SKRIPSI
ANALISIS NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
NOVEL “SANG PEMIMPI”
Karya Andrea Hirata
ABSTRAK
Andika Nugroho, Candra
Novita Hariani, Reni Widiantika. ANALISIS
NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Agustus 2010.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) nilai-nilai pendidikan yang
digunakan pengarang dalam novel Sang Pemimpi.
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode yang
digunakan adalah metode content analysis. Sumber data adalah novel Sang
Pemimpi cetakan ke-15 dan artikel-artikel dari internet. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik catat. Validitas yang digunakan adalah triangulasi
teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis mengalir (flow
model of analysis) yang meliputi tiga komponen yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian yang dilakukan
terdiri atas beberapa tahap yaitu pengumpulan data, penyeleksian data,
menganalisis data yang telah diseleksi, dan membuat laporan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: dalam novel Sang
Pemimpi Andrea Hirata ingin menyampaikan nilai-nilai pendidikan yang sangat
bermanfaat bagi para pembaca dengan menghidupkan isi cerita di dalamnya,
sehingga dapat menjadi lebih hidup dan menambah variasi serta menghindari
hal-hal yang bersifat monoton yang dapat membuat pembaca bosan. Nilai-nilai
pendidikan yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi, berdasarkan hasil
analisis terdiri atas empat nilai. Nilai-nilai pendidikan tersebut yaitu: (a)
nilai pendidikan religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan
Tuhan pencipta alam dan seisinya, dalam novel Sang Pemimpi, (b) nilai
pendidikan moral yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia
bergaul dalam kehidupan bermasyarakat, dalam novel Sang Pemimpi, (c)
nilai pendidikan sosial yaitu suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari
terhadap suatu objek, gagasan, atau orang, dalam novel Sang Pemimpi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan,
karunia, rahmat, dan hidayah-Nya kepada kita semua, terutama penulis dan
keluarga. Hanya kepada-Nya kembali segala sanjungan, kepada-Nya kami memohon
pertolongan dan ampunan, dan atas ridlonya sehingga penulis mampu menyusun
skripsi ini dengan baik, yang merupakan persyaratan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis menyadari tidak dapat bekerja
seorang diri melainkan bekerja sama dengan berbagai pihak. Maka atas
terselesaikannya skripsi ini, penulis meyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Dr. Gatot Sarmidi Kaprodi Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Kanjuruhan Malang yang telah membimbing tugas ini hingga selesai.
2.
Teman-teman kuliah kelas A untuk khususnya teman kelompok Bahasa Indonesia yang
senantiasa membantu dan bekerjasama.
3. Keluargaku yang tidak lelah dan bosan memberi
motivasi dan dukungan, baik dukungan material maupun dukungan spiritual.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis;
7.
Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tugas
ini serta tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam
bidang bahasa dan sastra Indonesia.
Malang, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
.............................................................................................................
i
ABSTRAK
.......................................................................................................
v
KATA
PENGANTAR
.....................................................................................
viii
DAFTAR
ISI ....................................................................................................
x
DAFTAR
GAMBAR
.......................................................................................
xii
DAFTAR
TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR
LAMPIRAN
....................................................................................
xiv
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah
................................................................................
4
C. Tujuan Penelitian
................................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................
5
BAB
II KAJIAN TEORITIK
A.
Hakikat Novel .................................................................................................6
1. Pengertian Novel .............................................................................
6
2. Ciri-ciri Novel
.................................................................................
9
3. Macam-macam
Novel......................................................................
9
B.
Hakikat Nilai Pendidikan
..................................................................... 28
1. Pengertian Nilai
...............................................................................
28
2. Pengertian Pendidikan......................................................................29
3. Macam-macam Nilai
Pendidikan.....................................................31
D.
Penelitian Relevan
................................................................................
35
E.
Kerangka Berpikir
................................................................................
37
BAB
III TUJUAN
A. Tujuan dari penelitian
……………………………………………….
BAB
IV METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
.............................................................. 39
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
............................................................. 39
C. Sumber Data
.........................................................................................
40
D. Teknik Pengumpulan Data
................................................................... 40
E. Validitas Data
.......................................................................................
40
F. Analisis Data
........................................................................................
40
G. Prosedur
Penelitian...............................................................................
42
BAB
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Sang Pemimpi ..............
94
1. Nilai
PendidikanReligius.................................................................94
2. Nilai Pendidikan
Moral....................................................................96
3. Nilai Pendidikan Sosial....................................................................98
4. Nilai Pendidikan
Budaya................................................................101
BAB
VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
..............................................................................................
104
B. Implikasi
...............................................................................................
105
C. Saran
.....................................................................................................
106
DAFTAR
PUSTAKA
......................................................................................
107
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Kerangka Berpikir
................................................................................
40
2. Model Analisis
Mengalir......................................................................
43
3. Prosedur Penelitian……………………………………………………44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Cover Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata…………………...107
2. Tokoh-tokoh dalam Novel Sang Pemimpi ...........................................
108
3. Sinopsis Novel Sang Pemimpi .............................................................
111
4. Biografi Andrea Hirata
......................................................................... 114
5. Lain-lain
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap
lingkungan sosial yang beraada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang
indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang
ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan
hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud
dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam
pikirannya.
Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah karya
fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut
sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan
peristiwa-peristiwa di dalamnya, sehingga nampak seperti sungguh ada dan
terjadi. Unsur inilah yang akan menyebabkan karya sastra (novel) hadir. Unsur
intrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung membangun sebuah
cerita. Keterpaduan berbagai unsur intrinsik ini akan menjadikan sebuah novel
yang sangat bagus.
Sang Pemimpi diterbitkan pertama kali
pada Juli 2006. Sejak kemunculan novel Sang Pemimpi mendapatkan tanggapan
positif dari penikmat sastra. Tingginya apresiasi masyarakat terhadap novel Sang
Pemimpi menjadikan novel tersebut masuk dalam jajaran novel psikologi
islami pembangun jiwa. Andrea Hirata telah membuat lompatan langkah yang
gemilang untuk mengikuti jejak sang legenda Buya Hamka, berkarya dan mempunyai
fenomena (Badrut Taman Gafas, 2005). Melalui novel kontemporernya yang
diperkaya dengan muatan budaya yang Islami, Andrea Hirata seolah mengulang
kesuksesan sang pujangga Buya Hamka yang karya-karyanya popular hingga ke
mancanegara seperti “Merantau Ke Deli”, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, dan
”Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”. Meskipun nilai yang mendasari novel
tersebut bersumber dari Islam, berbagai kalangan kaum beragama dan
berkepercayaan dapat menerimanya tanpa ada perasaan terancam.
Cerita novel Sang Pemimpi diperoleh dari mengeksplorasi kisah
persahabatan dan pendidikan di Indonesia. Ia mengemas novel Sang Pemimpi dengan
bahasa yang sederhana imajinatif, namun tetap memperhatikan kualitas isi.
Membaca novel Sang Pemimpi membuat pembaca seolah-olah melihat potret
nyata kehidupan masyarakat Indonesia. Hal itu seperti tanggapan salah seorang
penikmat novel Sang Pemimpi, yaitu Harnowo (editor senior dan penulis
buku Mengikat Makna) ia mengatakan bahwa, “kata-kata Andrea berhasil
„menyihir‟ jiwaku. Dia dapat dikatakan
mempunyai kemampuan mengolah kata sehingga memesona yang membacanya” (Sang
Pemimpi: sampul depan).
Meskipun kisah yang terjadi dalam novel Sang Pemimpi sudah
terjadi sangat lama, akan tetapi pada kenyataannya kisah Sang Pemimpi masih
ada di zaman sekarang. Banyak pengamat sastra yang memberikan penilaian
berkaitan dengan suksesnya novel Sang Pemimpi. Suksesnya novel Sang
Pemimpi disebabkan novel tersebut muncul pada saat yang tepat yaitu pada
waktu masyarakat khususnya masyarakat yang merasa mengalami pendidikan yang
sama seperti beberapa tokoh yang terdapat dalam novel tersebut. Hal tersebut
sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Sapardi Djoko Darmono, seorang
sastrawan dan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UI Ia menyatakan Sang Pemimpi merupakan
“Ramuan pengalaman dan imajinasi yang menarik, yang menjawab inti pertanyaan
kita tentang hubungan-hubungan antara gagasan sederhana, kendala, dan kualitas
pendidikan” (Ruktin Handayani: 2008).
Isi novel Sang Pemimpi menegaskan bahwa keadaan ekonomi
bukanlah menjadi hambatan seseorang dalam meraih cita-cita dan berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk mencapai cita-citanya. Kemiskinan adalah penyakit sosial
yang berada dalam ruang lingkup materi sehingga tidak berkaitan dengan kemampuan
otak seseorang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berminat untuk
menganalisis novel Sang Pemimpi. Analisis terhadap novel Sang Pemimpi
peneliti membatasi pada nilai pendidikan. Alasan dipilih dari segi nilai
pendidikan karena novel Sang Pemimpi diketahui banyak memberikan
inspirasi bagi pembaca, hal itu berarti ada nilai-nilai positif yang dapat
diambil dan direalisasikan oleh pembaca dalam kehidupan sehari-hari mereka,
khususnya dalam hal pendidikan. Pradopo (1994: 94) mengungkapkan bahwa suatu
karya sastra yang baik adalah yang langsung memberi didikan kepada pembaca
tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral, sesungguhnya hal ini telah
menyimpang dari hukum-hukum karya sastra sebagai karya seni dan menjadikan
karya sastra sebagai alat pendidikan yang langsung sedangkan nilai seninya
dijadikan atau dijatuhkan nomor dua. Begitulah paham pertama dalam penilaian
karya sastra yang secara tidak langsung disimpulkan dari corak-corak roman
Indonesia yang mula-mula, ialah memberi pendidikan dan nasihat kepada pembaca.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diketahui rumusan
masalah yang timbul dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.
Nilai-nilai pendidikan apa sajakah yang ingin disampaikan oleh Andrea Hirata
dalamnovel Sang Pemimpi?
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Manfaat
praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara
lain :
a. Bagi Guru
Hasil penelitian ini memberikan gambaran bagi guru tentang
pendekatan struktural genetik untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran sastra
yang menarik, kreatif, dan inovatif.
b. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang
dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat
menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya
ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan.
c. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih memahami
isi novel Sang Pemimpi dan mengambil manfaat darinya. Selain itu,
diharapkan pembaca semakin jeli dalam memilih bahan bacaan (khususnya novel)
dengan memilih novel-novel yang mengandung pesan moral yang baik dan dapat
menggunakan hasil penelitian ini untuk sarana pembinaan watak diri pribadi.
d. Bagi Peneliti yang Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi maupun
bahan pijakan peneliti ain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Hakikat Novel
1. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Itali novella yang secara
harfiah berarti „sebuah barang baru yang kecil‟, dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek dalam bentuk prosa‟. (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2005: 9). Dalam bahasa Latin kata
novel berasal novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang
berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis lain, novel
ini baru muncul kemudian (Tarigan, 1995: 164).
Pendapat Tarigan diperkuat dengan pendapat Semi (1993: 32) bahwa
novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang
lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Novel yang diartikan sebagai
memberikan konsentrasi kehidupan yang lebih tegas, dengan roman yang diartikan
rancangannya lebih luas mengandung sejarah perkembagan yang biasanya terdiri
dari beberapa fragmen dan patut ditinjau kembali.
Sudjiman (1998: 53) mengatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang
menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun.
Novel sebagai karya imajinatif mengugkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang
mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat
hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti
segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan ini dan
mengarahkan pada pembaca tentang budi pekerti yang luhur.
Saad (dalam Badudu J.S, 1984 :51) menyatakan nama cerita rekaan
untuk cerita-cerita dalam bentuk prosa seperti: roman, novel, dan cerpen.
Ketiganya dibedakan bukan pada panjang pendeknya cerita, yaitu dalam arti
jumlah halaman karangan, melainkan yang paling utama ialah digresi, yaitu
sebuah peristiwa-peristiwa yang secara tidak langsung berhubungan dengan cerita
peristiwa yang secara tidak langsung berhubungan dengan cerita yang dimasukkan
ke dalam cerita ini. Makin banyak digresi, makin menjadi luas ceritanya.
Batos (dalam Tarigan, 1995: 164) menyatakan bahwa novel merupakan
sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda, menjadi tua, bergerak dari
sebuah adegan yang lain dari suatu tempat ke tempat yang lain. Nurgiyantoro
(2005: 15) menyatakan, novel merupakan karya yang bersifat realistis dan
mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat berkembang dari
sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumen-dokumen, sedangkan
roman atau romansa lebih bersifat puitis. Dari penjelasan tersebut dapat
diketahui bahwa novel dan romansa berada dalam kedudukan yang berbeda. Jassin
(dalam Nurgiyantoro, 2005: 16) membatasi novel sebagai suatu cerita yang
bermain dalam dunia manusia dan benda yang di sekitar kita, tidak mendalam,
lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang dan lebih mengenai
sesuatu episode. Mencermati pernyataan tersebut, pada kenyataannya banyak novel
Indonesia yang digarap secara mendalam, baik itu penokohan maupun unsur-unsur
intrinsik lain. Sejalan dengan Nurgiyantoro, Hendy (1993: 225) mengemukakan
bahwa novel merupakan prosa yang terdiri dari serangkaian peristiwa dan latar.
Ia juga menyatakan, novel tidaklah sama dengan roman. Sebagai karya sastra yang
termasuk ke dalam karya sastra modern, penyajian cerita dalam novel dirasa
lebih baik.
Novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas (expands)
tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia
dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Sayuti, 2000: 6-7). Masyarakat
tentunya berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat, sedangkan tokoh dalam
masyarakat berkembang dalam dimensi waktu semua itu membutuhkan deskripsi yang
mendetail supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan. Perkembangan
dan perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya, akan membutuhkan waktu yang
lama, apalagi jika penulis menceritakan tokoh mulai dari masa kanak-kanak
hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung keseluruhan detail untuk
perkembangkan tokoh dan pendeskripsian ruang.
Novel oleh Sayuti (2000: 7) dikategorikan dalam bentuk karya fiksi
yang bersifat formal. Bagi pembaca umum, pengategorian ini dapat menyadarkan bahwa
sebuah fiksi apapun bentuknya diciptakan dengan tujuan tertentu. Dengan
demikian, pembaca dalam mengapresiasi sastra akan lebih baik. Pengategorian ini
berarti juga bahwa novel yang kita anggap sulit dipahami, tidak berarti bahwa
novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin meminta penulis untuk
menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan pembaca luwes dan dapat dicerna
dengan mudah, karena setiap novel yang diciptakan dengan suatu cara tertentu
mempunyai tujuan tertentu pula.
Penciptaan karya sastra memerlukan daya imajinasi yang tinggi.
Menurut Junus (1989: 91), mendefinisikan novel adalah meniru ”dunia
kemungkinan”. Semua yang diuraikan di dalamnya bukanlah dunia sesungguhnya,
tetapi kemungkinan-kemungkinan yang secara imajinasi dapat diperkirakan bisa
diwujudkan. Tidak semua hasil karya sastra arus ada dalam dunia nyata , namun
harus dapat juga diterima oleh nalar. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha
semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita
kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin menikmati
cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan mendapatkan kesan
secara umum dan bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca sebuah novel yang
terlalu panjang yang dapat diselesaikan setelah berulang kali membaca dan
setiap kali membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode akan memaksa
pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini
menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke episode berikutnya
akan terputus.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel adalah
sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan
tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya sebagai
cerita khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang
adalah realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakan.
2. Ciri-ciri Novel
Hendy (1993: 225) menyebutkan ciri-ciri novel sebagai berikut.
a.
Sajian cerita lebih panjang dari cerita pendek dan lebih pendek dari roman.
Biasanya cerita dalam novel dibagi atas beberapa bagian.
b.
Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan
fiksi pengarang.
c.
Penyajian berita berlandas pada alur pokok atau alur utama yang batang tubuh
cerita, dan dirangkai dengan beberapa alur penunjang yang bersifat otonom
(mempunyai latar tersendiri).
d.
Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tema bawahan yang
berfungsi mendukung tema pokok tersebut.
e.
Karakter tokoh-tokoh utama dalam novel berbeda-beda. Demikian juga karakter
tokoh lainnya. Selain itu, dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan tokoh
dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang digambarkan berwatak tetap sejak awal
hingga akhir. Tokoh dinamis sebaliknya, ia bisa mempunyai beberapa karakter
yang berbeda atau tidak tetap.
Pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri novel
adalah cerita yang lebih panjang dari cerita pendek, diambil dari cerita
masyarakat yang diolah secara fiksi, serta mempunyai unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Ciri-ciri novel tersebut dapat menarik pembaca atau penikmat karya
sastra karena cerita yang terdapat di dalamnya akan menjadikan lebih hidup.
3. Macam-macam Novel
Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan
keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang
novel. Nurgiyantoro (2005: 16) membedakan novel menjadi novel serius dan novel
popular.
a. Novel Populer
Sastra populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak
memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra popular
menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan dengan tujuan pembaca akan
mengenali kembali pengalamannya. Oleh karena itu, sastra populer yang baik
banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya (Kayam dalam
Nurgiyantoro, 2005: 18).
Heryanto dalam Salman (2009: 2) mengungkapkan ragam kesusastraan
Indonesia, meliputi: (1) kesusastraan yang diresmikan, diabsahkan, (2)
kesusastraan yang dilarang, (3) kesusastraan yang diremehkan, dan (4)
kesusastraan yang dipisahkan. Kesusastraan yang diresmikan (konon) adalah
kesusastraan yang sejauh ini banyak dipelajari di pendidikan (tinggi).
Kesusastraan yang dilarang adalah karya-karya yang dianggap menggangu status
quo (kekuasaan) seperti yang telah terjadi seperti zaman Balai Pustaka
yaitu karya Marco Kartodikromo. Pada zaman Orde Baru, karya-karya Pramudya
Ananta Toer atau kasus cerpen karya Ki Panji Kusmin, Langit Makin Mendung, menjadi
contoh yang terlarang pula. Sementara itu, karya sastra yang dipisahkan adalah
karya sastra daerah yang ditulis dalam bahasa daerah. Dalam posisi itu, karya
sastra yang diremehkan adalah karya sastra yang dianggap populer, sastra
hiburan.
Berbicara tentang sastra populer, Kayam dalam Nurgiyantoro (2005:
18) menyebutkan bahwa sastra populer adalah perekam kehidupan dan tak banyak
memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan . ia menyajikan
kembali rekaan-rekaan kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal
kembali pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang
telah menceritakan pengalamannya dan bukan penafsiran tentang emosi itu. Oleh
karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan
dirinya.
Hal seperti itu dapat dilihat dari fenomena yang terjadi pada novel Cintapucino
karya Icha Rahmanti yang tahun lalu sempat diliris ke dalam bentuk film.
Banyak remaja khsusnya remaja puti yang mengungkapkan kesamaan kejadian di masa
SMA yang mirip dengan yang digambarkan oleh Icha Rahmanti dalam novelnya.
Adapun pengkategorian novel sebagai novel serius atau novel populer
bukanlah menjadi hal baru dalam dunia sastra. Usaha ini tidak mudah dilakukan
karena bersifat riskan. Selain dipengaruhi oleh hal subjektif yang muncul dari
pengamat, juga banyak faktor dari luar yang menentukan. Misalnya, sebuah novel
yang diterbitkan oleh penerbit yang biasa menerbitkan karya sastra yang telah
mapan, karya tersebut akan dikategorikan sebagai karya yang serius, karya yang
bernilai tinggi, padahal pengamat belum membaca isi novel.
Kayam dalam Nurgiyantoro (2005: 17) menyebutkan kata ”pop” erat
diasosiasikan dengan kata ”populer”, mungkin karena novel-novel itu sengaja
ditulis untuk ”selera populer” yang kemudian dikenal sebagai ”bacaan populer”.
Jadilah istilah pop sebagai istilah baru dalam dunia sastra kita.
Nurgiyantoro juga menjelaskan bahwa novel populer adalah novel yang
populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan
remaja. Novel jenis ini menampilkan masalah yang aktual pada saat novel itu
muncul. Pada umumnya, novel populer bersifat artifisial, hanya bersifat
sementara, cepet ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk
membacanyasekali lagi seiring dengan munculnya novel-novel baru yang lebih
populer pada masa sesudahnya (2005: 18). Di sisi lain, novel populer lebih
mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena semata-mata menyampaikan cerita
(Stanton dalam Nurgiyantoro 2005: 19). Novel populer tidak mengejar efek
estetis seperti yang terdapat dalam novel serius.
Beracuan dari beberapa pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan
bahwa novel popular adalah cerita yang bisa dibilang tidak terlalu rumit. Alur
cerita yang mudah ditelusuri, gaya bahasa yang sangat mengena, fenomena yang
diangkat terkesan sangat dekat. Hal ini pulalah yang menjadi daya tarik bagi
kalangan remaja sebagai kalangan yang paling menggemari novel populer. Novel
populer juga mempunyai jalan cerita yang menarik, mudah diikuti, dan mengikuti
selera pembaca. Selera pembaca yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berkaitan
dengan kegemaran naluriah pembaca, seperti motif-motif humor dan heroisme
sehingga pembaca merasa tertarik untuk selalu mengikuti kisah ceritanya.
b. Novel Serius
Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel sastra
merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam sejarah
sastra yang bermunculan cenderung mengacu pada novel serius. Novel serius harus
sanggup memberikan segala sesuatu yang serba mungkin, hal itu yang disebut
makna sastra yang sastra. Novel serius yang bertujuan untuk memberikan hiburan
kepada pembaca, juga mempunyai tujuan memberikan pengalaman yang berharga dan
mengajak pembaca untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah yang
dikemukakan.
Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar,
novel sastra tidak bersifat mengabdi pada pembaca. Novel sastra cenderung
menampilkan tema-tema yang lebih serius. Teks sastra sering mengemukakan
sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap menyibukkan pembaca.
Nurgiyantoro (2005: 18) mengungkapkan bahwa dalam membaca novel serius, jika
ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertai
dengan kemauan untuk itu. Novel jenis ini, di samping memberikan hiburan juga
terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau
paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih
sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.
Kecenderungan yang muncul pada novel serius memicu sedikitnya
pembaca yang berminat pada novel sastra ini. Meskipun demikian, hal ini tidak
menyebabkan popularitas novel serius menurun. Justru novel ini mampu bertahan
dari waktu ke waktu. Misalnya, roman Romeo Juliet karya William
Shakespeare atau karya Sutan Takdir, Armin Pane, Sanusi Pane yang memunculkan
polemik yang muncul pada dekade 30-an yang hingga saat ini masih dianggap
relevan dan belum ketinggalan zaman (Nurgiyantoro, 2005:21).
Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa novel
serius adalah novel yang mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara penyajian
yang baru pula. Secara singkat disimpulkan bahwa unsur kebaruan sangat
diutamakan dalam novel serius. Di dalam novel serius, gagasan diolah dengan
cara yang khas. Hal ini penting mengingat novel serius membutuhkan sesuatu yang
baru dan memiliki ciri khas daripada novel-novel yang telah dianggap biasa.
Sebuah novel diharapkan memberi kesan yang mendalam kepada pembacanya dengan
teknik yang khas ini.
B. Hakikat Nilai Pendidikan
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas,
dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga
atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen
akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang
dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah
esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai
adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.
Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling
melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra
sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan
sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempeunyai
penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya memasuki ruang
serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia
dalam arti total.
Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi suatu
keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar atau tidak
benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak
religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Lasyo (Setiadi 2006: 117)
menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah
laku atau perbuatannya. Sejalan dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi,
2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik
jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai
merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan
sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai
yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal
yang bersifat hakki. Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai
dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan
menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.
2. Pengertian Pendidikan
Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”,
yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang
berarti “Aku membimbing” (Hadi, 2003: 17). Jadi Soedomo Hadi menyimpulkan
paedogogike berarti aku membimbing anak. Purwanto (1986: 11) menyatakan bahwa
pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan
anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
Hakikat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang
pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan
anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Tilaar (2002;435) mengatakan
hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Selanjutnya dikatakan pula
bahwa, memanusiakan manusia atau proses humanisasi melihat manusia sebagai
suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Eksistensi ini menurut penulis adalah
menempatkan kedudukan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat.
Kehormatan itu tentunya tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang
umat manusia.
Pendidikan pada hakikatnya juga berarti mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dari pernyataan tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam pendidikan,
yaitu: a) cerdas, berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persoalan nyata. Cerdas bermakna kreatif, inovatif dan siap mengaplikasikan
ilmunya; b) hidup, memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan
hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi
bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan
dipertanggungjawabkan kepadaNya. Filosofi hidup ini sangat syarat akan makna
individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan
manusia, memberikan makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral, dan tujuan
hidup; c) bangsa, berarti manusia selain sebagai individu juga merupakan
makhluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain. Setiap individu
berkewajiban menyumbangkan pengetahuannya untuk masyarakat meningkatkan derajat
kemuliaan masyarakat sekitar dengan ilmu, sesuai dengan yang diajarkan agama
dan pendidikan. Indikator terpenting kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan
dan pengajaran (Ratna, 2005: 449).
Segala sesuatu yang digunakan untuk mendidik harus yang mengandung
nilai didik, termasuk dalam pemilihan media. Novel sebagai suatu karya sastra,
yang merupakan karya seni juga memerlukan pertimbangan dan penilaian tentang
seninya (Pradopo, 2005: 30). Pendidikan pada kahikatnya merupakan upaya
membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan
berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk
memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan
kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab
(Setiadi, 2006: 114).
Adler (dalam Arifin, 1993: 12) mengartikan pendidikan sebagai proses
dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk
untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik.
Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik (Ratna, 2009: 447).
Masih menurut Ratna, lebih jauh dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir
secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika. Jadinya antara
pendidikan dan karya sastra (novel) adalah dua hal yang saling berkaitan.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa
nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna
bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata
laku dalam upaya mendewasakan diri manusis melalui upaya pengajaran.
Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan
diarahkan pada pembentukan pribadi manusis sebagai makhluk individu, sosial,
religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan yang tersirat dalam berbagai
hal dapat mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal dapat mengembangkan
masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati
dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan
bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya.
Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya
melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra khususnya
humaniora sangat berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah
nilai termasuk halnya nilai pendidikan.
3. Macam-macam Nilai Pendidikan
Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai sosial,
filosofi, religi dan sebagainya. Baik yang bertolak dari pengungkapan kembali
maupun yang merupakan menciptakan terbaru semuanya dirumuskan secara tersurat
dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga dari
kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif,
dll, juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan serta
bertendens. Sastrawan pada waktu menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh
hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan
pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya, dan kesan-kesan perasaannya terhadap
sesuatu.
Menacari nilai luhur dari karya sastra adalah menentukan kreativitas
terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan tersimpan nilai atau
pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya, pencipta karya sastra
berusaha untuk mempengaruhi pola piker pembaca dan ikut mengkaji tentang baik
dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru sebaliknya,
untuk dicela bagi yang tidak baik. Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk
dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Karya sastra
tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapi didalamnya termuat suatu
ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah
wawasan manusia dalam memahami kehidupan. Dalam karya sastra, berbagai nilai
hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang mampu mendidik
manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang
dikaruniai oleh akal, pikiran, dan perasaan.
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak
memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu
mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang
dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai-nilai
pendidikan dalam novel sebagai berikut.
a. Nilai Pendidikan Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam
dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut
segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri
pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan
(Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religious bertujuan untuk mendidik agar
manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan.
Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar
penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan
yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra
bersifat individual dan personal.
Kehadiran unsur religi dalam sastra adalah sebuah keberadaan sastra
itu sendiri (Nurgiyantoro, 2005: 326). Semi (1993: 21) menyatakan, agama
merupakan kunci sejarah, kita batu memahami jiwa suatu masyarakat bila kita
memahami agamanya. Semi (1993: 21) juga menambahkan, kita tidak mengerti
hasil-hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama
yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu
sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Nilai religius
yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia.
b. Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan sesuatu yang igin disampaikan pengarang kepada
pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang
disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang
sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral (Kenny dalam Nurgiyantoro,
2005: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran
dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah (2005: 194)
menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang
baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan
untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik
buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan,
sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap
baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam
sekitar. Uzey (2009: 2) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari
nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral
selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral.
Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah
yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari.
Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan
peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari
suatu kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi
pekerti dan nilai susila.
c. Nilai Pendidikan Sosial
Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/
kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari
perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial brupa sikap
seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya
dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar
individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan
kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, 1995: 80). Nilai
pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan
berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu
lainnya.
Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang
lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana
cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga
termasuk dalam nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka
ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk
menjaga keseimbangan masyarakat.
Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat diartikan sebagai
landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki
ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan
individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. Uzey (2009: 7) juga
berpendapat bahwa nilai sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu
tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu
memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai sosial dapat
disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui
perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut.
Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh
masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang
penting.
d. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995:74) merupakan sesuatu yang
dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang
belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain
sebab nolai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada sutu masyarakat
dan kebudayaannya.
Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup
dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai
budaya lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman
tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai
ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena
ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, diterima,
dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi
fenomena yang digambarkan.
Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia
akan mempengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan
dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan
benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam
hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dapat disimpulkan dari pendapat
tersebut sistem nilai budaya menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam
kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan
atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti
tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep
nilai melalui tindakan berpola. Adapun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam
novel dapat diketahui melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku
tokoh-tokoh dalam cerita.
D. Penelitian Relevan
Hasil Penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan
serta masukan pada penelitian ini adalah:
1. Ririh Yuli Atminingsih dalam
penelitian berjudul “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Novel Laskar
Pelangi Karya Andrea Hirata”. Dalam kesimpulannya gaya bahasa yang
digunakan dalam Novel Laskar Pelangi antara lain: personifikasi,
hiperbola, antitesis, simile, metafora, epizeukis, eponim, anadipsis, repetisi,
parifrasis, tautologi, koreksio, pleonasme, ironi, paradoks, satire, hipalase,
innuendo, metonomia, sinekdoke pars prototo, sinekdoke totum pro parte, alusio,
epitet, antonomasia, ellipsis, asidenton, tautotes, anaphora, pertanyaan
retoris. Ririh juga menyatakan alasan pengarang menggunakan gaya bahasa pada
novel Laskar Pelangi adalah untuk mengungkapkan ekspresi jiwa atau perasaan
tertentu, untuk menunjukkan kreativitas seni dalam bentuk bahasa, untuk
membangkitkan inajinasi pembaca, untuk memberikan kesan keindahan pada novel,
untuk memperjelas makna kata, untuk menampilkan variasi dan gaya yang berbeda
dengan karangan novel lain. Nilai pendidikan yang digunakan adalah nilai
religius, nilai moral, dan nilai sosial. Persamaan karya ilmiah Ririh Yuli
Atminingsih dengan penulis yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa dan nilai
pendidikan dengan judul novel yang berbeda. Perbedaannya adalah terdapat dalam
simpulan penelitian. Karya ilmiah Ririh dalam simpulannya terdapat nilai
religious, moral, dan sosial; sedangkan dalam karya ilmiah penulis juga
ditemukan nilai budaya.
2. Triyatmi dalam penetian berjudul
“Kajian Gaya Bahasa dalam Kain Rentang Kampanye Pemilu 2004” penelitian ini
disimpulkan: 1) Gaya bahasa yang digunakan dalam kain rentang kampanye 2004,
baik kampanye legislative, calon presiden, dan calon wakil presiden sebagai
berikut: a) Empat jenis gaya bahasa yang digunakan: (1) Gaya bahasa
perbandingan meliputi eufemisme, epitet, hiperbola, simile, personifikasi,
sinekdoke, dan asosiasi; (2) Gaya bahasa perulangan, meliputi anaphora dan
aliterasi; (3) Gaya Bahasa sindiran (satire); (4) Gaya bahasa pertentangan
(oksimoron). b) Tidak ditemukan gaya bahasa penegasan. c) Gaya bahasa yang
sering digunakan dalam kain rentang kampanye 2004 adalah eufemisme dan epitet.
2) Alasan penggunaan gaya bahasa pada kain rentang kampanye 2004, yaitu: a)
Penyesuaiaan konsep yang menjadi dasar penulisan kain rentang oleh
masing-masing tim sukses partai; b) Kain rentang yang dibuat merupakan salah
satu media publikasi yang digunakan untuk sosialisasi program kerja partai yang
bersangkutan; c) Bahasa yang sederhana, simpatik, dan meyakinkan merupakan media
yang mudah diingat dan menarik perhatian massa calon pemilih. Persamaan karya
ilmiah Triyatmi dengan penulis yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa, tetapi
dalam simpulan karya ilmiah Triyatmi tidak ditemukan gaya bahasa penegasan.
Perbedaannya adalah objek yang diteliti. Objek yang diteliti Triyatmi adalah
kain rentang kampanye pemilu 2004, sedangkan penulis objek yang diteliti adalah
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
3. Endang Lindarti dalam penelitian
berjudul “Analisis Struktur dan Nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat di
Kabupaten Karanganyar”. Simpulan yang ditulisnya yaitu antarsastra dan nilai
kehidupan terdapat interaksi yang kuat. Jadi antara nilai sastra dan
nilai-nilai didik merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam kehadirannya
dalam karya sastra sebagai suatu yang penting. Dalam cerita rakyat tersebut,
nilai didik yang terkandung adalah nilai moral, religius, sosial, dan budaya.
Persamaan karya ilmiah Endang Lindiarti dengan penulis yaitu sama-sama di dalam
penelitiannya terdapat simpulan yang mengandung unsur nilai moral, religi,
sosial, dan budaya. perbedaannya terdapat pada objek yang dikaji. Obyek yang
dikaji dalam penelitian Endang Lindiarti adalah cerita rakyat di Kabupaten
Karanganyar, sedangkan yang dikaji penulis objek penelitiannya adalah novel Sang
Pemimpi karya Andrea Hirata.
E. Kerangka Berpikir
Dalam novel Sang Pemimpi terdapat segi yang akan penulis
analisis dari nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya. Nilai-nilai
pendidikan yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi meliputi empat macam
nilai pendidikan, yaitu: nilai pendidikan moral, religius, sosial, dan budaya.
Semua nilai yang ditemukan tersebut akan dapat bermanfaat bagi para pembaca
novel Sang Pemimpi. Supaya lebih jelas dapat dilihat pada skema kerangka
berpikir berikut.
BAB III
TUJUAN
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini sebagai Menyebutkan
dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang digunakan pengarang dalam novel
Sang Pemimpi.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian tidak terikat pada satu tempat karena objek yang
dikaji berupa naskah (teks) sastra, yaitu novel Sang Pemimpi. Penelitian
ini bukan penelitian yang analisisnya bersifat statis melainkan sebuah analisis
yang dinamis yang dapat terus dikembangkan.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode content
analysis atau analisis isi. Penelitian ini mendeskripsikan atau
menggambarkan apa yang menjadi masalah, kemudian menganalisis dan menafsirkan
data yang ada. Metode content analysis atau analisis isi yang digunakan
untuk menelaah isi dari suatu dokumen, dalam penelitian ini dokumen yang
dimaksud adalah novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen.
Dokumen yang digunakan adalah novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata
cetakan ke-15 yang diterbitkan oleh penerbitan Bentang Yogyakarta tahun 2008.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik catat, karena data-datanya berupa teks. Adapun langkah-langkah dalam
pengumpulan data adalah sebagai berikut: membaca novel Sang Pemimpi secara
berulang-ulang, mencatat kalimat-kalimat yang menyatakan pemakaian gaya bahasa
dan nilai pendidikan.
E. Validitas Data
Validitas atau keabsahan data merupakan kebenaran data dari proses
penelitian. Dalam mendapatkan data, dalam penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi. Adapun triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teori, yaitu
secara penelitian terhadap topik yang sama dengan menggunakan teori yang
berbeda dalam menganalisa data.
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
model analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu 1) reduksi data; 2)
penyajian data; dan 3) penarikan simpulan. Analisis model mengalir mempunyai
tiga komponen yang saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan
sesudah pelaksanaan pengumpulan data. Penjelasannya sebagai berikut.
1.
Reduksi data
Pada langkah ini data yang diperolah dicatat dalam uraian yang
terperinci. Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan
penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan
masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang gaya bahasa dan nilai
pendidikan yang terdapat di dalam novel Sang Pemimpi. Informasi-informasi yang pengacu pada
permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.
2.
Sajian data
Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun
secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian
dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang gaya bahasa yang digunakan,
kejelasan makna dari gaya bahasa tersebut dan nilai pendidikannya.
3.
Penarikan simpulan/ verifikasi
Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dari data yang
diperoleh sejak awal penelitian. Kesimpulan ini masih memerlukan adanya
verifikasi (penelitian kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang
diperoleh benar-benar valid.
Ketiga
komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus mulai
dari awal, saat penelitian berlangsung, sampai akhir laporan.
Adapun model analisis mengalir jika digambarkan adalah sebagai
berikut.
Masa
Pengumpulan Data
REDUKSI
DATA
Selama
Pasca
Antisipasi
PENYAJIAN
DATA
ANALISIS
Selama
Pasca
PENARIKAN
KESIMPULAN/VERIFIKASI
Selama
Pasca
Gambar
2. Model Analisis Mengalir
(Miles,
Mattew B. & Huberman, A. Michael, 1992: 18)
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti terdiri dari beberapa
tahap sebagai berikut.
1. Pengumpulan data
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data berupa kutipan-kutipan
yang menunjukkan penggambaran nilai pendidikan dan pemakaian gaya bahasa dari
novel Sang Pemimpi.
2. Penyeleksian data
Data-data yang telah dikumpulkan, kemudian diseleksi serta
dipilah-pilah mana saja yang akan dianalisis.
3. Menganalisis data yang telah diseleksi.
4. Membuat laporan penelitian.
Laporan penelitian merupakan tahap akhir dari serangkaian proses.
merupakan tahap penyampaian data-data yang telah dianalisis, dirumuskan, dan
ditarik kesimpulan. Kemudian dilakukan konsultasi dengan pembimbing. Tulisan
yang sudah baik disusun menjadi laporan penelitian, disajikan dan diperbanyak.
Lebih
jelasnya dapat dilihat pada skema prosedur penelitian berikut:
Pengumpulan
data
Membuat
laporan
Analisis
data
Penyeleksian
data
Gambar
3. Skema Prosedur Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Sang Pemimpi
1. Nilai Pendidikan Religius
Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan
Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan Tuhan
tidak terlepas dari pembahasan agama. Agama merupakan pegangan hidup bagi
manusia. Agama dapat pula bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan
hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui agama, manusia pun
dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan
yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Seperti dalam kutipan di bawah ini.
“Jimbron adalah seorang yang membuat kami takjub dengan tiga macam
keheranan. Pertama, kami heran karena kalau mengaji, ia selalu diantar seorang
pendeta. Sebetulnya beliau adalah seorang pastor karena beliau seorang Katolik,
tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah sebatang kara seperti
Arai ia menjadi anak asuh sang pendeta. Namun, pendeta berdarah Itali itu tak
sedikit pun bermaksud mengonversi keyakinan Jimbron. Beliau malah tak pernah
telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke masjid” (SP, 61)
Di lihat dari kutipan di atas, Tokoh Jimbron dalam novel Sang
Pemimpi mencerminkan tokoh yang taat beragama dengan mengaji setiap
harinya, walaupun dia hidup di lingkungan agama yang berbeda, yaitu agama
Katolik. Penamaan nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sabar,
tidak sombong dan tidak angkuh pada sesama. Manusia menjadi saling mencintai
dan menghormati, dengan demikian manusia bisa hidup harmonis dalam hubungannnya
dengan Tuhan, sesama manusia maupun makhluk lain. Pendeta Geovany dalam kutipan
di atas adalah sosok yang penyayang dan menghormati manusia lain yang beda
agama, ternukti bahwa Jimbron sebagai anak angkatnya justru malah setiap
harinya diantar mengaji dan tidak sedikit pun bermaksud mengonversi keyakinan
Jimbron. Beliau malah tak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji
ke masjid.
Kutipan di atas mempunyai kandungan nilai pendidikan religius karena
secara jelas disampaikan penulis melalui gaya bahasa pars pro toto yang
terlihat pada kata “sebatang kara” yang berarti tidak punya siapa-siapa,
hanya hidup seorang diri tanpa ada keluarga di dekatnya. Pars pro toto adalah
gaya bahasa yang melukiskan sebagian dari keseluruhan, berarti kata tersebut
dalam kutipan di atas yang hidup sebatang kara yang dimaksud adalah Jimbron.
Sebuah karya sastra yang mengangkat sebuah kemanusiaan yang
berdasarkan kebenaran akan menggugah hati nurani dan akan memberikan
kemungkinan pertimbangan baru pada diri penikmatnya. Oleh karena itu, cukup
beralasan apabila sastra dapat berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam
menjalankan keyakinan agamanya.
Jika setiap manusia akan saling menghormati dalam menjalankan
agamanya, maka hubungan yang harmonis akan terjalin dan akan menjadikan hidup
manusia menjadi tenteram dan bahagia karena nilai religius merupakan
keterkaitan antarmanusia dengan Tuhan sebagai sumber ketentraman dan
kebahagiaan di dunia. Nilai religius akan menanamkan sikap manusia untuk tunduk
dan taat kepada Tuhan atau dalam keseharian kita kenal dengan takwa. Seperti
yang tergambar dalam tokoh Arai di bawah ini.
“Setiap habis maghrib, Arai melantunkan ayat-ayat suci Al Quran di
bawah temaram lampu minyak dan saat itu seisi rumah kami terdiam.”(SP, 33)
Perilaku Arai dalam kesehariannya mencerminkan seorang muslim. Orang
yang taat pada perintah agama, hal itu terbukti bahwa setiap habis maghrib dia
selalu membacakan ayat-ayat suci Al Quran dengan kesadarannya sendiri, tanpa
diperintah siapapun.
Kutipan di atas mempunyai kandungan nilai pendidikan religius karena
secara jelas disampaikan penulis melalui gaya bahasa hipalase yaitu gaya bahasa
yang menggunakan kata tertentu untuk menerangkan sesuata, namun kata tersebut
tidak tepat bagi kata yang diterangkan. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat
“seisi rumah kami terdiam”, yang dimaksud dalam kalimat kalimat tersebut
adalah anggota keluarga Arai.
2. Nilai Pendidikan Moral
Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai
yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan
bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang
dipandang dari nilai individu itu berada. Sikap disiplin tidak hanya dilakukan
dalam hal beribadah saja, tetapi dalam segala hal, sikap yang penuh dengan
kedisiplinan akan menghasilkan kebaikan. Seperti halnya jika dalam agama,
seorang hamba jika menjalankan shalat tepat waktu akan mendapat pahala lebih
banyak, demikian juga jika disiplin dijalankan pada pekerjaan lainnya dan tanpa
memandang siapa yang berperan dalam melakukan
Perbuatan
disiplin tersebut, Seperti pada kutipan berikut mengandung nilai moral yang
sangat penting.
“WC ini sudah hampir setahun diabaikan karena keran air yang mampet.
Tapi manusia-manusia cacing, para intelektual muda SMA Negeri Bukan Main yang
tempurung otaknya telah pindah ke dengkul, nekat menggunakannya jika panggilan
alam itu tak tertahankan. Dengan hanya berbekal segayung air saat memasuki
tempat sakral itu, mereka menghinakan dirinya sendiri dihadapan agama Allah
yang mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Dan kamilah yang
menaanggung semua kebejatan moral mereka.”(SP, 130)
Kutipan di atas sangat tidak pantas dijadikan contoh bagi
masyarakat, khususnya para penerus bangsa (siswa). Jelas WC yang keran airnya
mampet, malah masih digunakan. Apalagi yang menggunakannya adalah para intelek
muda yang dasar pendidikannya ada. Mereka yang menggunakan tidak menghiraukan walaupun
agama sudah mengajarkan kebersihan adalah sebagian dari iman. Mereka yang
melakukan justru malah tidak merasa bersalah, walaupun orang lain yang kena
dampak dari ulah mereka. Pendidikan moral sangat penting untuk mendidik manusia
yang belum benar tapi merasa sudah benar.
Kutipan di atas mempunyai kandungan nilai pendidikan moral karena
secara jelas disampaikan penulis melalui gaya bahasa sarkasme yaitu gaya bahasa
sindiran yang paling kasar dalam pengungkapannnya. Hal itu dapat dilihat pada
kalimat “tempurung otaknya telah pindah ke dengkul”. Arti dari kalimat
tersebut adalah orang yang berbuaat seenaknya sendiri tanpa peduli aturan dan
etika.
Pengembangan nilai moral sangat penting supaya manusia memahami dan
menghayati etika ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat.
Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai etika mampu menempatkan manusia sesuai
kapasitasnya, dengan demikian akan terwujud perasaan saling hormat, saling
sayang, dan tercipta suasana yang harmonis. Hal tersebut terlihat dalam kutipan
berikut ini:
“ LAIN KALI MENCALONKAN DIRINYA JADI BUPATI!! PASANG HURUF H BESAR
DI DEPAN NAMANYA, MENGAKU DIRINYA HAJI???!! PADAHAL AKU TAHU KELAKUANNYA!!
WAKTU JADI MAHASISWA, WESEL DARI IBUNYA DIPAKAINYA UNTUK MAIN JUDI
BUNTUT!!!”(SP, 168)
“ITULAH KALAU KAU MAU TAHU TABIAT PEMIMPIN ZAMAN SEKARANG, BOI!!
BARU MENCALONKAN DIRI SUDAH JADI PENIPU, BAGAIMANA KALAU BAJINGAN SEPERTI ITU
JADI KETUA!!??”(SP, 168)
Kutipan di atas terlihat jelas mengandung nilai pendidikan moral
melalui penggunakan gaya bahasa antifrasis yaitu gaya bahasa sindiran yang mempergunakan
kata-kata yang bermakna kebalikannya dan bernada ironis. Hal itu dapat dilihat
dari kalimat “bagaimana kalau bajingan itu jadi ketua!!??”. Kalimat
tersebut mempunyai arti menyindir seseorang yang mempunyai kelakuan tidak baik
seandainya menyalonkan menjadi ketua, maka tidak bisa dibayangkan anak buahnya
akan seperti apa.
Kedua kutipan di atas mengandung makna tersirat nilai moral, karena
tercantum jelas bahwa bupati yaitu pemimpin sekarang kelakuannya sudah tidak jujur
dan menghalalkan segala cara hanya demi merebut kursi kepemimpinannya. Hal
tersebut perlu diubah, supaya moral manusia yang lain tidak ikut tercemar.
Adapun nilai yang dimaksud dalam konteks tersebut menyangkut baik dan buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral juga dapat
dikatakan sebagai ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu rangkaian
cerita karena karya sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai
nilai-nilai kehidupan yang berlaku.
3. Nilai Pendidikan Sosial
Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku
sosial dan tata cara hidup sosial. Suatu kesadaran dan emosi yang relatif
lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang juga termasuk di dalamnya.
Karya sastra berkaitan erat dengan nilai sosial, karena karya sastra dapat pula
bersumber dari kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Nilai
sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan,
pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian
terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun
berupa kritik. Kritik tersebut dilatar belakangi oleh dorongan untuk memprotes
ketidakadilan yang dilihat, didengar maupun yang dialaminya, seperti yang
terdapat dalam kutipan berikut.
“Aku ingin menyelamatkan Jimbron walaupun benci setengah mati pada
Arai. Aku dan Arai menopang Jimbron dan beruntung kami berada dalam labirin
gang yang membingungkan.”(SP, 15)
Kutipan di atas dapat di jelaskan bahwa walaupun Ikal sangat benci
kepada Arai tapi jiwa penolongnya kepada Jimbron masih tetap ada dalam dirinya,
karena dia merasa walau bagaimanapun mereka adalah bersaudara. Kutipan di atas
secara jelas megandung nilai pendidikan sosial melalui penggunakan gaya bahasa
hiperbola yaitu gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan,
misalnya membesar-besarkan suatu hal dari yang sesungguhnya. Hal itu dapat
dilihat dari ungkapan “benci setengah mati” yang mempunyai arti sangat
membenci.
Nilai sosial berkenaan dengan kemanusiaan dan mengembangkan
kehidupan bersama, seperti kasih sayang, penghargaan, kerja sama, perlindungan,
dan sifat-sifat yang ditujukan untuk kepentingan kemanusiaan lainnya yang
merupakan kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun. Seperti yang
tercermin pada kutipan di bawah ini.
“Aku membantu membawa buku-bukunya dan kami meninggalkan gubuk
berdinding lelak beratap daun itu dengan membiarka pintu dan jendela-jendelanya
terbuka karena dipastikan tak kan ada siapa-siapa untuk mengambil apapun.”(SP,
25)
Beberapa hari setelah ayahnya meninggal Ikal dan ayahnya menjemput
Arai untuk di bawa ke rumahnya. Arai dan Ikal sebenarnya adalah masih saudara.
Pada waktu menjemput Arai, Ikal membantu Arai untuk membawakan buku-bukunya
yang masih perlu di bawa.
Kutipan di atas dapat didlihat secara jelas mengandung nilai
pendidikan sosial melalui penggunakan gaya bahasa alegori yaitu gaya bahasa
yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam kesatuan yang utuh. Hal
tersebut dapat dilihat dari kata “membawa”, “meninggalkan”, dan “membiarkan.
Kata itu mempunyai pertautan dalam satu kutipan.
Nilai sosial juga berupa hikmah yang dapat diambil dari perilaku
sosial dan tata cara hidup sosial. Nilai dalam karya sastra, nilai sosial dapat
dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan sehingga
diharapkan mampu memberikan peningkatan kepekaan rasa kemanusiaan. Cerminan
tersebut dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
“Aku tersenyum tapi tangisku tak reda karena seperti mekanika gerak
balik helikopter purba ini, Arai telah memutar balikkan logikasentimental ini.
Ia justru berusaha menghiburku pada saat aku seharusnya menghiburnya. Dadaku
sesak.”(SP, 28)
Kutipan
di atas menggunakan gaya bahasa paradoks yaitu gaya bahasa yang bertentangan
dalam satu kalimat. Sepintas lalu hal tersebut tidak masuk akal. Hal itu dapat
dilihat dari kalimat “aku tersenyum tapi tangisku tak reda”. Kalimat
tersebut mempunyai arti Ikal masih bisa tersenyum ketika dia menangis.
Tokoh Ikal yang seharusnya menghibur Arai ketika ia mendapat musibah
ternyata malah berputar terbalik. Justru Arai yang berusaha menghibur Ikal
supaya dia tersenyum, itulah sosok Arai yang tidak mudah ditebak. Sikap Arai
yang peduli terhadap orang lain juga dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
“Arai menyerahkan karung-karung kami pada Mak Cik. Beliau
terkaget-kaget. Lalu aku tertegun mendengar rencana Arai, dengan bahan itu
dimintanya Mak Cik membuat kue dan kami yang akan menjualnya. Mulai sekarang
Mak Cik mempunyai penghasilan! Seru Arai bersemangat.”(SP, 51)
Kutipan di atas menggunakan gaya bahasa hiperbola yaitu gaya bahasa
yang mengandung suatu pernyataan berlebihan. Hal itu dapat dilihat pada kalimat
“beliau terkaget-kaget” dan kalimat tersebut mempunyai arti yaitu sangat
terkejut.
Arai tidak tega melihat Mak Cik yang hidup kesusahan. Dia juga
menyuruh Arai untuk memecah celengannya untuk menolong Mak Cik. Cara mereka
dengan membelikan bahan-bahan untuk membuat kue supaya beliau bisa mencukupi
kebutuhan hidup keluarganya.
Sifat membalas budi atas kebaikan orang lain pada nilai sosial
sangatlah penting. Sifat tersebut juga bertujuan untuk membangun sikap saling
peduli dan saling peka antar sesama. Sifat tersebut tersirat dalam kutipan di
bawah ini.
“Aku ingin membahagiakan Arai. Aku ingin berbuat sesuatu seperti yang
ia lakukan pada Jimbron. Seperti yang selalu ia lakukan padaku. Aku sering
melihat sepatuku yang menganga seperti buaya berjemur tahu-tahu sudah rekat
kembali, Arai diam-diam memakunya. Aku juga selalu heran melihat kancing bajuku
yang lepas tiba-tiba lengkap kembali, tanpa banyak cincong Arai menjahitnya.
Jika terbangun malam-malam, aku sering mendapatiku telah berselimut, Arai
menyelimutiku. Belum terhitung kebaikannya waktu ia membelaku dalam perkara
rambut belah tengah toni Koeswoyo saat aku masih SD dulu. Bertahun lewat taoi
aku tak kan lupa Rai, akan kubalas kebaikanmu yang tak terucapkan itu, jasamu
yang tak kenal pamrih itu, ketulusanmu yang tak kasatmata itu.”(SP, 186)
Kutipan di atas menggunakan gaya bahasa perumpamaan yaitu
perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap
sama. Hal itu dapat dilihat dari kalimat “sepatuku yang menganga seperti
buaya berjemur” yaitu sepatu yang lemnya sudah tidak bisa merekat lagi
disakan dengan buaya yang berjemur, yaitu mulutnya terbuka.
Tanggung jawab terhadap kebahagiaan orang lain juga menjadi jaminan
untuk menjalankan sikap kemanusiaan, supaya kebahagiaan orang lain terasa
lengkap dengan sikap kita terhadapnya.
“Bang Zitun sangat komit pada penampilan Arai kali ini sebab ia merasa
bertanggung jawab pada kegagalan Arai yang pertama.” (SP, 210)
Kutipan di atas adalah wujud sikap tanggung jawab Bang Zaitun untuk
memksimalkan penampilan Arai dalam memikat hati Nirmala sang pujaan hatinya,
karena penampilan Arai yang pertama kurang maksimal sehingga untuk memikat hati
Nirmala bisa dikatakan gagal.
4. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai pendidikan budaya adalah tingkat yang palig tinggi dan yang
paling abstrak dari adat istiadat. Hali itu disebabkan karena nilai-nilai
budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap
bernilai., berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai
suatu pedoman yang member arah dan orientasi kepada kehidupan para warga
masyarakatnya.
Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup manusia
dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat
umum mempunyai ruang ligkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan
secara rasional dan nyata. Namun, justru karena sifatnya yang umum, luas, dan
tidak konkret itu, maka nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam
daerah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan
bersangkutan. Kebiasaan dalam daerah tertentu juga memengaruhi tata cara dalam
kehidupan sehari-hari, terlihat seperti kutipan di bawah ini.
“Dan seperti kebanyakan anak-anak Melayu miskin di kampung kami yang
rata-rata beranjak remaja mulai bekerja mencari uang,…”(SP, 32)
Masyarakat melayu ketika mulai beranjak dewasa kebanyakan mereka
sudah berusaha bekerja mencari uang untuk membantu keluarganya dalam mencukupi
kebutuhan hidup. Maka tidak heran, banyak remaja yang memilih tidak melanjutkan
sekolah, melainkan memilih untuk bekerja. Kutipan di atas secara jelas
mengandung nilai pendidikan budaya melalui penggunakan gaya bahasa paradoks
yaitu gaya bahasa yang bertentangan dalam satu kalimat. Hal itu dapat dilihat
dari kata “anak-anak” dan “remaja” terdapat pada satu kalimat
dengan arti yang berlawanan.
Unsur-unsur dan nilai kebudayaan juga dapat dilestarikan dengan
menggunakan benda atau barang kebudayaan daerah setempat. Hal tersebut juga
diterapkan oleh masyarakat Melayu, yaitu dapat dilihat dari kutipan berikut
ini.
“Padi dalam peregasan sebenarnya sudah tak bisa lagi dimakan karena
sudah disimpan puluhan tahun. Saat ini peregasan tak lebih dari surga dunia
bagi bermacam-macam kutu dan keluarga tikus berbulu kelabu yang turun- temurun
beranak pinak disitu.” (SP, 36)
Kutipan di atas terdapat kata “peregasan” yang artinya adalah
peti papan besar tempat menyimpan padi. Sebagian besar orang Melayu di setiap
rumahnya pasti terdapat peregasan yang berfungsi untuk menyimpan beras. Bagi
orang Melayu juga menganggap peregasan adalah sebuah metafora, budaya, dan
perlambang yang mewakili periode gelap selama tiga setengah tahun Jepang
menindas mereka. Ajaibnya sang waktu, masa lalu yang menyakitkan lambat laun
bisa menjelma menjadi nostalgia romantik.
Kutipan di atas secara jelas mempunyai kandungan nilai pendidikan
budaya melalui penggunakan gaya bahasa hiperbola. Hal itu terlihat pada kalimat
“keluarga tikus berbulu kelabu yang turun-temurun beranak pinak di situ”. Kalimat
tersebut mempunyai arti bahwa hewan tikus yang berkembang biak sangat banyak.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi, berdasarkan
hasil analisis terdiri dari empat nilai. Nilai-nilai pendidikan tersebut yaitu:
(a) nilai pendidikan religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia
dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya, dalam novel Sang Pemimpi. (b)
Nilai pendidikan moral yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya
manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat, dalam novel Sang Pemimpi.
(c) Nilai pendidikan sosial yaitu suatu kesadaran dan emosi yang relatif
lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang, dalam novel Sang Pemimpi (d)
Nilai pendidikan budaya tingkat yang palig tinggi dan yang paling abstrak dari
adat istiadat, dalam novel Sang Pemimpi.
B. Implikasi
Penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang relevan
dan memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1.
Implikasi teoritis
a. Membuka wawasan yang berkaitan dengan pendalaman materi
keterampilan bersastra, khususnya karya sastra novel.
b. Membuka wawasan akan beragamnya novel yang dapat digunakan
sebagai media pembelajaran.
c. Membuka peluang dilakukannya penelitian-penelitian tentang gaya
bahasa serta nilai pendidikan.
2.
Implikasi paedagogis
Menambah
referensi novel yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada
jenjang SMA kelas XI dengan standar kompetensi kemampuan memahami berbagai
hikayat, novel Indonesia, novel terjemahan. Novel Sang Pemimpi dapat
digunakan sebagai media pembelajaran novel yang isinya tidak terlalu serius dan
mudah dipahami, namun banyak mengandung nilai-nilai pendidikan.
3.
Implikasi praktis
a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
penelitian sastra, sehingga peneliti lain akan termotivasi untuk melakukan
penelitian yang nantinya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
lebih mencermati media pembelajaran yang tepat bagi siswa.
C. Saran
Beberapa
saran berikut dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi pihak-pihak
terkait antara lain.
1.
Saran kepada siswa
Siswa hendaknya dalam membaca novel memperhatikan nilai-nilai
positif antara lain tentang semangat, tekad, perilaku pantang menyerah untuk
selalu memperjuangkan cita-cita dan jangan mencontoh apabila novel tersebut
mempunyai nilai yang negatif. Nilai-nilai positif
tersebut dapat menjadi dasar bagi siswa untuk menerapkannya dalam berperilaku
di kehidupan di masyarakat.
2.
Saran kepada guru bahasa dan sastra Indonesia
Guru hendaknya dapat memaksimalkan penggunaan bahan pembelajaran
sastra, dalam hal ini adalah novel. Novel Sang Pemimpi ini di dalamnya
memenuhi empat macam manfaat pembelajaran sastra, yaitu: membantu keterampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan
menunjang pembentukan watak. Lebih lanjut guru dapat memilih novel lain yang
sekiranya terdapat beberapa cakupan yang bisa memberikan manfaat positif bagi
siswa, sehingga siswa tidak hanya memperoleh hiburan saja tetapi juga
mendapatkan ilmu kehidupan.
3.
Saran kepada pembaca karya sastra
Pembaca karya sastra sebaiknya mengambil nilai-nilai positif dalam
karya sastra yang telah dibacanya dalam kehidupan di masyarakat. Novel Sang
Pemimpi adalah novel yang bagus dan berkualitas, sehingga tidak ada
salahnya jika membaca novel tersebut.
4.
Saran kepada peneliti lain
Pada karya ilmiah ini, peneliti mempunyai kelemahan yaitu dalam penelitian
agak sulit membedakan antara gaya bahasa yang satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, Peneliti lain sebaiknya terus meningkatkan penelitian dalam bidang
sastra khususnya novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata secara lebih
mendalam dengan bentuk analisis yang berbeda karena novel tersebut termasuk
novel yang bagus dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung:
Sinar Baru
Argesindo.
Arifin, H. M. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
aksara.
Badudu. J. S. 1984. Sari Kasusastraan Indonesia 2. Bandung:
Pustaka Prima.
Bertrand, Russel. 1992. Dampak Ilmu Pengetahuan Atas Masyarakat.
Jakarta:
Gramedia.
Darmono, Sapardi Djoko. 2003. “Kita dan Sastra Dunia”. Dalam www.mizan.com.
diakses pada tanggal 26 November 2009.
Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka
Widyatama.
Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hendy, Zaidan. 1993. Kasusastraan Indonesia Warisan yang Perlu
Diwariskan 2.
Bandung: Angkasa.
Hirata, Andrea. 2006. Sang Pemimpi. Yogyakarta: Bentang
Pustaka.
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Miles, B. Mattew. dan Huberman, Michael. A. 1992. Analisis data
Kualitatif
(Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi). Jakarta:
UI Press.
Moeliono, Anton. M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: PT
Gramedia.
Nurdin, Ade dkk. 2002. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia untuk
Kelas 1,2,3 SMU.
Bandung: CV Pustaka setia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mad
University Press.
Pradopo, Rachmad Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode,
Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Pratikno, Riyono. 1984. Kreatif Menulis Feature. Bandung:
Alumni.
Purwanto, Ngalim. M. 1986. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.
Bandung: Remaja
Karya.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stlistika Kajian Puitika Bahasa,
Sastra, dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosyadi. 1995. Nilai-nilai Budaya dalam Naskah Kaba. Jakarta:
CV Dewi Sri.
Sayuti, Suminto. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.
Yogyakarta: Gama Media.
Semi, Atar. M. 1993. Anatomi sastra. Padang: Angkasa Raya.
Setiadi, Elly. M. 2006..Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana.
Soekanto, Soerjono. 1983. Pribadi dan Masyarakat (Suatu Tujuan
dan Sosilogis).
Bandung: Alumni.
Soelaeman,
Munandar. 1987. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT Eresco.
Sudjiman,
Panuti. 1998. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugono,
Dendy. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia II. Jakarta: Pusat Bahasa.
Suwondo,
Tirto. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita
Graha
Widya.
Suyitno. 1986. Sastra, Tata Nilai, dan Eksegesis. Yogyakarta:
Anindita.
Tilaar,
HAR. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Uzey. 2009. “Macam-macam Nilai”. Dalam http://uzey.blogspot.com/2009/09/
pengertian-nilai. diakses pada
tanggal 25 Oktober 2009.
Yunus,
Umar. 1989. Stilistik: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta:
Unit
Penerbitan Sastra Asia Barat
Zhang, Zhiqin. 2010. “The Interpretation of a Novel by Hemingway
in Terms of Literary
Stylistics”. The International Journal of Language Society
and Culture. Volume
30, Nomor 155. Tahun 2010.
Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Depdikbud
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
COVER NOVEL
Lampiran 2
Beberapa Tokoh yang Berperan dalam Novel Sang Pemimpi
A. Tokoh Utama
1. Ikal adalah anak kampung yang miskin yang dimiliki negara
2. Arai adalah tokoh sentral dalam buku ini. Menjadi saudara angkat
Ikal ketika kelas 3 SD saat ayahnya (satu-satunya anggota keluarga yang
tersisa) meninggal dunia. Seseorang yang mampu melihat keindahan di balik
sesuatu, sangat optimis dan selalu melihat suatu peristiwa dari kaca mata yang
positif. Arai adalah sosok yang begitu spontan dan jenaka, seolah tak ada
sesuatupun di dunia ini yang akan membuatnya sedih dan patah semangat.
3. Jimbron, anak yatim piatu yang diasuh oleh seorang pastur Katolik
bernama Geovanny.Laki-laki berwajah bayi dan bertubuh subur ini sangat polos.
Segala hal tentang kuda adalah obsesinya, dan gagapnya berhubungan dengan
sebuah peristiwa tragis yang memilukan yang dia alami ketika masih SD , dulu
ayahnya sekarat di depan matanya maka ia membawa ayahnya dengan sepeda yang
lajunya lama sampai di puskesmas ayahnya meninggal di depan matanya dan waktu
ditanyai orang-orang di sudah terlanjur gagap karena terlalu banyak menangis
sampai tersendat-sendat ia selalu berfikir jika saja waktu itu dia menaiki kuda
pasti ayahnya tertolong. Jimbron adalah penyeimbang di antara Arai dan Ikal, kepolosan
dan ketulusannya adalah sumber simpati dan kasih sayang dalam diri keduanya
untuk menjaga dan melindunginya.
B. Tokoh Lain
1. Pendeta Geovanny, ia adalah seorang Katolik yang mengasuh Jimbron
selepas kepergian kedua orangtua Jimbron. Meskipun berbeda agama dengan
Jimbron, beliau tidak memaksakan Jimbron untuk turut menjadi umat Katolik.
Bahkan beliau tidak pernah terlambat mengantar Jimbron pergi ke masjid untuk
mengaji. Meski disebut Pendeta, Geovanny yang berdarah Italia ini adalah
seorang Pastor.
2. Pak Mustar M. Djai'din. BA. adalah salah satu pendiri SMA Bukan
Main. Ia adalah wakil kepala sekolah SMA Bukan Main, seorang yang baik dan
cukup sabar namun berubah menjadi tangan besi ketika anaknya sendiri justru
tidak diterima masuk ke SMA tersebut karena NEMnya kurang 0,25 dari batas
minimal.Terkenal dengan aturan-aturannya yang disiplin dan hukuman yang sangat
berat. Namun sebenarnya beliau adalah pribadi yang sangat baik dan patut
dicontoh.
3. Pak Drs. Julian Ichsan Balia; Kepala Sekolah SMA Negeri
Manggar.Laki-laki muda, tampan, lulusan IKIP Bandung yang masih memegang teguh
idealisme.
4. Nurmala; Zakiah Nurmala binti Berahim Mantarum,gadis pujaan Arai
sejak pertama kali Arai melihatnya. Nurmala adalah gadis yang pandai, selalu
menyandang ranking 1. Ia juga penggemar Ray Charles dengan lagunya I Can't
Stop Loving You dan Nat King Cole dengan lagunya When I Fall in Love.
5. Laksmi; gadis pujaan Jimbron. Telah kehilangan kedua orangtuanya
dan tinggal serta bekerja di sebuah pabrik cincau. Semenjak kepergian
orangtuanya ia tidak pernah lagi tersenyum, walaupun senyumnya amat manis. Ia
baru dapat tersenyum ketika Jimbron datang mengendarai sebuah kuda.
6. Capo Lam Nyet Pho; Seorang yang memungkinkan berbagai hal sebagai
objek untuk bisnisnya. Bahkan ketika PN Timah terancam kolaps, ia melakukan ide
untuk membuka peternakan kuda meskipun kuda adalah hewan yang asing bagi
komunitas Melayu.
7. Taikong Hamim; Guru mengaji di masjid di kampung Gantung.Dikenal
sebagai sosok nonkonfromis dan sering memberlakukan hukuman fisik kepada
anak-anak yang melakukan kesalahan.
8. Bang Zaitun; Seniman musik pemimpin sebuah kelompaok Orkes
Melayu. Dikenal sebagai orang yang pernah mempunyai banyak pacar dan hampir
memiliki 5 istri. Sebenarnya kunci keberhasilannya dalam percintaan adalah
sebuah gitar. Ia pun mengajarkan hal tersebut pada Arai yang sedang mabuk cinta
dengan Nurmala.
9. A Kiun; Gadis Hokian penjaga loket bioskop.
10. Nurmi; Berbakat memainkan biola, mewarisi biola dan bakat dari
kakeknya yang ketua kelompok gambus di Gantung. Nurmi adalah tetangga Arai dan
Ikal, seumuran, dan dia adalah gadis yang sangat mencintai biola.
11. Pak Cik Basman; Seorang tukang sobek karcis di sebuah bioskop di
Belitong.
12. A Siong; Pemilik toko kelontong tempat Ikal dan Arai berselisih
tentang penggunaaan uang tabungan.
13. Deborah Wong; Istri A Siong dan ibu dari Mei Mei. Perempuan asal
Hongkong yang tambun dan berkulit putih.
14. Mei Mei; Gadis kecil anak Deborah Wong.
LAMPIRAN 3
SINOPSIS NOVEL SANG PEMIMPI
Novel ini adalah novel kedua dari tetraloginya Andrea Hirata yang
diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada bulan Juli tahun 2006. Dalam novel ini
Andrea menarikan imajinasi dan melantunkan stambul mimpi anak-anak Melayu
kampung . Sang Pemimpi adalah sebuah kisah kehidupan yang mempesona yang
akan membuat pembacanya percaya akan tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi
dan pengorbanan, lebih dari itu, juga percaya kepada Tuhan. Andrea berkelana
menerobos sudut-sudut pemikiran dimana pembaca akan menemukan pandangan yang
berbeda tentang nasib, tantangan intelektualitas, dan kegembiraan yang
meluap-luap, sekaligus kesedihan yang mengharu biru. selayaknya kenakalan
remaja biasa, tapi kemudian tanpa disadari kisah dan karakter-karakter dalam
buku ini lambat laun menguasai, potret-potret kecil yang menawan akan
menghentakkan pembaca pada rasa humor yang halus namun memiliki efek filosofis
yang meresonansi. Arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit dan
cita-cita yang gagah berani dalam kisah beberapa tokoh utama buku ini,
Tiga orang pemimpi. Setelah tamat SMP, melanjutkan ke SMA bukan
main, di sinilah perjuangan dan mimpi ketiga pemberani ini dimulai. Ikal, salah
satu dari anggota Laskar Pelangi, Arai, saudara sepupu Arai yang sudah yatim
piatu sejak SD dan tinggal di ruamh Ikal, sudah dianggap seperti anak sendiri
oleh Ayah danIbu Ikal, dan Jimbron, anak angkat seorang pendeta karena yatim
piatu juga sejak kecil. Namun pendeta yang sangat baik dan tidak memaksakan
keyakinan Jimbron, malah mengantarkan Jimbron menjadi muslim yang taat.
Arai
dan Ikal begitu pintar dalam sekolahnya, sedangkan Jimbron, si penggemar kuda
ini biasa-biasa saja. Malah menduduki rangking 78 dari 160 siswa. Sedangkan
Ikal dan Arai selalu menjadi lima dan tiga besar. Mimpi mereka sangat tinggi,
karena bagi Arai, orang susah seperti mereka tidak akan berguna tanpa
mimpi-mimpi. Mereka berdua mempunyai mimpi yang tinggi yaitu melanjutkan
belajar ke Sarbonne Perancis. Mereka terpukau dengan cerita Pak Beia, guru
seninya, yang selalu meyebut-nyebut indahnya kota itu. Kerja keras menjadi kuli
ngambat mulai pukul dua pagi sampai jam tujuh dan dilanjutkan dengan sekolah,
itulah perjuangan ketiga pemuda itu. Mati-matian menabung demi mewujudkan
impiannya. Meskipun kalau dilogika, tabungan mereka tidak akan cukup untuk
sampi ke sana. Tapi jiwa optimisme Arai tak terbantahkan.
Selesai SMA, Arai dan Ikal merantau ke Jawa, Bogor tepatnya.
Sedangkan Jimbron lebih memilih untuk menjadi pekerja ternak kuda di Belitong.
Jimbron menghadiahkan kedua celengan kudanya yang berisi tabungannya selama ini
kepada Ikal dan Arai. Dia yakin kalau Arai dan Ikal sampai di Perancis, maka
jiwa Jimbron pun akan selalu bersama mereka. Berbula-bulan terkatung-katung di
Bogor, mencari pekerjaan untuk bertahan hidup susahnya minta ampun. Akhirnya
setelah banyak pekerjaan tidak bersahabat ditempuh, Ikal diterima menjadi
tukang sortir (tukang Pos), dan Arai memutuskan untuk merantau ke Kalimantan.
Tahun berikutnya, Ikal memutuskan untuk kuliah di Ekonomi UI. Dan setelah lulus,
ada lowongan untuk mendapatkan biasiswa S2 ke Eropa. Beribu-ribu pesaing
berhasil ia singkirkan dan akhrinya sampailah pada pertandingan untuk
memperebutkan 15 besar.
Saat wawancara tiba, tidak disangka, profesor pengujinya begitu
terpukau dengan proposal riset yang diajukan Ikal, meskipun hanya berlatar
belakang sarjana Ekonomi yang masih bekerja sebagai tukang sortir, tulisannya
begitu hebat. Akhirnya setelah wawancara selesai, siapa yang menyangka, kejutan
yang luar biasa. Arai pun ikut dalam wawancara itu. Bertahun-tahun tanpa kabar
berita, akhirnya mereka berdua dipertemukan dalam suatu forum yang begitu indah
dan terhormat. Begitulah Arai, selalu penuh dengan kejutan. Semua ini sudah
direncanaknnya bertahun-thaun. Ternyata dia kuliah di Universitas Mulawarman
dan mengambil jurusan Biologi. Tidak kalah dengan Ikal, proposal risetnya juga
begitu luar biasa dan berbakat untuk menghasilkan teori baru.
Akhirnya sampai juga mereka pulang kampung ke Belitong. Ketika ada
surat datang, mereka berdebar-debar membuka isinya. Pengumuman penerima
Beasiswa ke Eropa. Arai begitu sedih karena dia sangat merindukan kedua orang
tuanya. Sangat ingin membuka kabar tu bersama orang yang sanag dia rindukan.
Kegelisahan dimulai. Tidak kuasa mengetahui isi dari surat itu. Akhirnya Ikal
diteima di Perguruan tinggi, Sarbone Pernacis. Setelah perlahan mencocokkan
dengan surat Arai, inilah jawaban dari mimpi-mimpi mereka. Kedua sang pemimpi
ini diterima di Universitas yang sama. Tapi ini bukan akhir dari segalanya.
Disinilah perjuanagan dari mimpi itu dimulai, dan siap melahirkan anak-anak
mimpi berikutnya.
LAMPIRAN 4
BIOGRAFI ANDREA HIRATA
Nama Andrea Hirata Seman Said Harun melejit seiring kesuksesan novel
pertamanya, Laskar Pelangi. Pria yang berulang tahun setiap 24 Oktober
ini semakin terkenal kala novel pertamanya yang jadi best seller diangkat
ke layar lebar oleh duo sineas yaitu Riri Riza dan Mira Lesmana. Selain Laskar
Pelangi, lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia ini juga menulis Laskar
Pelangi dan Edensor, serta Maryamah Karpov. Keempat novel
tersebut tergabung dalam sebuah tetralogi tetralogi. Setelah menyelesaikan
studi S1 di UI, pria yang kini masih bekerja di kantor pusat PT Telkom ini
mendapat beasiswa Uni Eropa untuk studi Master of Science di Université de
Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom.
Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua
universitas tersebut dan ia lulus cumlaude.
Tesis
itu telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi
telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah
beredar sebagai referensi ilmiah. Penulis Indonesia yang berasal dari Pulau
Belitong, Provinsi Bangka Belitung ini masih hidup melajang hingga sekarang.
Status lajang yang disandang oleh Andrea sempat memicu kabar tak sedap. Karena
pada bulan November 2008, muncul pengakuan dari seorang perempuan, Roxana yang
mengaku sebagai mantan istrinya. Akhirnya terungkap bahwa Andrea memang pernah
menikah dengan Roxana pada 5 Juli 1998, namun telah dibatalkan pada tahun 2000.
Alasan Andrea melakukan pembatalan ini karena Roxana menikah saat dirinya masih
berstatus istri orang lain.
Sukses
dengan novel tetralogi, Andrea merambah dunia film. Novelnya yang pertama,
telah diangkat ke layar lebar, dengan judul sama, Laskar Pelangi pada
2008. Dengan menggandeng Riri Riza sebagai sutradara dan Mira Lesmana pada
produser, film ini menjadi film yang paling fenomenal di 2008. Dan jelang akhir
tahun 2009, Andrea bersama Miles Films dan Mizan Production kembali
merilis sekuelnya Sang Pemimpi.